Bencana Akan Lebih Masif Bila Manusia Tak Taat Aturan

Oleh: Nova Nora, S.Pd

Indonesia yang terkenal dengan keberagaman budaya dan adat istiadat, serta kemajemukan berbagai dimensi kehidupan. Di negeri dengan jumlah suku yang sungguh banyak, juga berbeda dalam pandangan dan beragama, mempertegas Indonesia dalam kompleksitasnya. Berbeda dan beragam.

Selama ini, keberagaman dalam menciptakan beberapa inovasi dan kreativitas, dapat membangun bangsa ke arah yang lebih maju. Menciptakan berbagai terobosan dengan berbagai cara, mulai dari yang paling akademis, sampai keterampilan otodidak masyarakat tak berpendidikan.

Sekarang, dengan adanya terpaan virus Corona membuat pemerintah mengeluarkan berbagai aturan dan kebijakan. Semua itu untuk memproteksi diri dari bahaya yang lebih masif dan membahayakan.

Aturan “social distancing” dikeluarkan untuk membuat terputusnya mata rantai penularan virus tersebut. Namun, ternyata tak semua masyarakat memahami, tak semua mengindahkan. Tidak semua warga peduli, bahkan banyak masyarakat yang menganggap hal ini biasa saja.

Bayangkan ketika kebijakan untuk bekerja dari rumah muncul, belum semua kantor dan perusahaan menerima sebagai ajakan untuk proteksi karyawan. Maka terjadilah tumpukan karyawan dan orang-orang yang masih berkantor di stasiun dan halte. Semua bertolakbelakang dengan pengurangan jumlah trayek moda tranportasi yang dilakukan pemerintah kota.Hal itu tak perlu terjadi seandainya kita sepaham dan tak menonjolkan kepentingan masing-masing. Tak akan dibuat kebijakan demikian ekstrim kalau bahaya yang akan ditimbulkan tak juga ekstrim.

Dengan pesatnya jumlah positif Corona dalam rentang waktu cepat, membuat Indonesia seharusnya lebih takut menghadapi serangan pandemi ini. Tapi warga kebanyakan acuh tak acuh, masih berkumpul di tengah kerumunan dan anehnya tanpa masker sama sekali.

Lain masyarakat lain pula pejabat. Kunjungan aparat, atau rapat dan konfrensi pers tentang segala sesuatu masih dilakukan tatap muka. Bertemu dan berkumpul dengan banyak orang. Apakah kasus salah satu Mentri itu tak jadi pelajaran? Bahwa mereka pun rentan tertular. Padahal rapat atau siaran pers bisa dilakukan via teleconfrence untuk menghindari penyebaran virus. Sayangnya orang yang mencontohkan perilaku ini adalah orang besar, pejabat, dan jelas berpendidikan. Bagaimana dengan orang tak berpendidikan, yang tak tahu virus itu seperti apa.

Masyarakat kecil yang harus tiap hari mencari nafkah, memaksa mereka untuk terus keluar rumah  beraktivitas. Maka alangkah lebih baiknya mereka mendapat bantuan serta arahan pemerintah atau para volunteer, akan pentingnya pakai masker dan memberi mereka masker pelindung. Masihkah kita tak taat aturan dan larangan hanya karena kita merasa kita berbeda? Hanya karena kita beragam?Mengapa kita tak sepaham padahal kita sama berada dalam satu naungan NKRI. Tidak bijak kita menentang aturan yang justru berguna menyelamatkan.

Social Distancing sebenarnya sangatlah menguntungkan, karena dapat menjaga keluarga kita agar tak tertular dari siapapun. Karena mungkin saja pertemuan kita dengan orang-orang di luar sana, dapat menyebabkan bencana untuk keluarga. Ketika aturan dianggap berlebihan, maka tunggulah. Kita akan terlibat dalam bencana.